Dalam mengejar target penerima manfaat (KK) dalam memiliki
peningkatan akses terhadap energy terbarukan, khususnya biogas pada indikator
target keberhasilan PNPM LMP, kawan-kawan CSO Sumatera Barat mencoba memperkenalkan
inovasi berupa “Kantong Penyimpanan Biogas”.
Kantong penyimpanan biogas ini diperkenalkan oleh kawan-kawan CSO
Sumatera Barat pada lokasi demplotnya di Nagari Amping Parak, Kecamatan Sutera,
Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat ketika kunjungan kawan-kawan
PSF, NMC dan PMD melakukan monitoring evaluasi. Kantong penyimpanan biogas ini
mampu menampung sebanyak (maksimal) 1,5
M³ biogas, sehingga ketika digester biogas memproduksi lebih, Gas yang
dihasilkan dapat di tampung di kantong penyimpanan biogas ini. Selanjutnya,
kantong penyimpanan biogas ini dapat dimanfaatkan kepada masyarakat sekitar
yang membutuhkan gas untuk memasak di dapurnya. Tentunya, kantong penyimpanan
biogas ini masih memerlukan beban pemberat untuk menyalurkan gasnya ke kompor
penerima manfaat. Namun, saat ini juga telah tersedia pompa untuk memasukan
biogas dari digester ke kantong penyimpanan biogas dan dari kantong penyimpanan
biogas untuk disalurkan ke kompor penerima manfaat.
Kawan-kawan CSO di Provinsi Bengkulu juga mencoba memperkenalkan inovasi
dalam memaksimalkan pemanfaatan biogas berupa “Lampu Biogas”. Lampu biogas ini
serupa dengan lampu patromak, yakni memiliki kaos lampu, namun bahan bakarnya
dari biogas. Layaknya lampu petromak, lampu biogas juga mampu menerangi ruang
pertemuan dengan cahaya cukup baik. Lampu biogas ini pertama kali diperkenalkan
oleh kawan-kawan CSO Bengkulu ketika acara pelatihan mengupas tuntas biogas
yang diselenggarakan di Desa Air Sulau, Kecamatan Kedulang Ilir, Kabupaten
Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu beberapa waktu lalu.
Selain kantong penyimpanan biogas dan lampu biogas, pemanfaatan biogas
juga dapat dilakukan untuk menghasilkan energy listrik dengan peralatan
tambahan berupa genset. Sehingga masyarakat yang belum mendapatkan akses PLN
dan jauh dari daerah aliran sungai, dapat menikmati aliran listrik dari biogas.
Untuk pemanfaatan biogas menjadi energy listrik, ukuran digester yang
dibutuhkan adalah minimal 8 M³, sehingga gas yang dihasilkan dapat memutar
turbin di genset lebih lama dan berdampak pula dengan listrik yang dihasilkan. Pada saat
ini, lembaga Yapeka melalui kerjasama dengan Muslim Aid sedang membangun sebanyak
5 unit di wilayah Provinsi Aceh.
Apabila menginginkan pemanfaatan biogas secara maksimak bagi kebutuhan
listrik, kita dapat melihat kebijakan PT.
SHGW Bio-Tea Indonesia yang berlokasi di Lubuk Salasih, Nagari
Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera
Barat. Perusahaan yang sebagian
besar sahamnya dimiliki oleh Stichting
Het Groene Woudt (SHGW)-Netherlands ini memiliki kebijakan untuk menggunakan
bahan bakar generator listriknya dari bio-gas.
Perusahaan
yang mengembangkan tanaman teh organik ini, ternyata juga mengembangkan unit
usaha peternakan sapi yang saat ini berjumlah 100 ekor. Dari usaha ternak sapi
ini dapat menghasilkan kotoran sapi. Dari kandang sapi setiap harinya
menghasilkan 2 s/d 3 ton kotoran sapi. Dengan jumlah ketersediaan kotoran sapi
sebanyak itu, maka unit pengolahan bio-gas mampu menghasilkan gas alam sebanyak
4.000 m3. Volume ini sudah lebih dari cukup untuk menyediakan bahan bakar gas
yang di butuhkan untuk mengoprasikan pabrik teh dan sebagai bahan bakar
pembangkit tenaga listrik. luar biasa....